Jumat, 31 Desember 2010

KONTEKS PEMIKIRAN DAN PEMAHARUAN IBNU SINA DAN IBNU RUSYD


Disusun Oleh :
                                         Philosofia                                           
                                     Indri Puspita                                      
                                    Agustina.K.D                                     
                                         M.Allex.M                                          

I.       PENDAHULUAN
Di saat Islam mendapat serangan pemikiran falsafah dari Barat, para pemikir dan saintis Islam seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina, berani keluar dari keasikan “ibadah oriented” kepada memanfaatkan akal secara maksimal dengan bimbingan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Pemikiran mereka ini menghasilkan banyaknya penemuan yang mengagumkan dunia, mereka adalah para penemu berbagai bidang disiplin keilmuan seperti matematika, sains, kedokteran, falsafah yang tidak pernah dibincangkan sebelumnya. Karya-karya mereka ada yang menjadi rujukan selama lima abad di Eropa.
Mereka adalah maskot kebangkitan filsafat dan rasionalisme Islam. Atas jasa beliau berdua, dengan filsafat, manusia mampu menemukan keagungan Tuhan melalui oleh cakrawala atas semua ciptaan-Nya. Mereka bukan saja berpikir untuk zamannya, tetapi juga berpikir untuk masa depan. Pemikirannya di satu sisi berpijak pada konteks sosial pada zamannya, tetapi di sisi lain terlihat ia ingin melampaui zamannya. Pencerahan yang disuguhkan makin kompleks. Pada mulanya pencerahan akal, lalu pada akhirnya menuju pencerahan umat.
Mengingat jasa-jasanya  dalam induk ilmu pengetahuan ( filsafat ) yang menjadikan bangsa barat terkagum-kagum, dan bergerak untuk mengembangkan, inilah yang memotivasi untuk mengetahui lebih jauh mengenai Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Dengan demikian, diharapkan mampu meneladani apa yang telah beliau lakukan.
II.    IBNU SINA
A. JATI DIRI
Ibnu Sina ( 980-1037 M ) adalah filsuf muslim berdarah Persia yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap para filsuf Barat kemudian. Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah ( 980 M ) di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan.
Sejak masa kanak-kanak, ia yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah. Pada usia lima tahun dia sudah mampu menghafal Al Quran. Meskipun dipengaruhi oleh Islam Ismaili, namun pemikirannya independen dengan memiliki kepintaran dan daya ingat yang luar biasa.
 Berkah itulah yang kemudian membuatnya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun. Ilmu kedokteran sudah dipelajarinya sejak usia 16 tahun. Selain menguasai ilmu itu, pada usia 18 tahun Ibnu Sina sudah mengantongi predikat sebagai seorang fisikawan. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu. Dia belajar dari mana saja bahkan dari seorang pedagang sayur sekalipun. Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.
Dunia menjulukinya sebagai 'Bapak Pengobatan Modern'. Hasil pemikirannya yang termasyhur adalah The Canon of Medicine atau Al-Qanun fi At Tibb. Ia juga menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Ia wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun, setelah menyumbang banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah.

B. POKOK-POKOK PIKIRAN IBNU SINA
 Ibnu Sina mengembangkan pemikiran tentang jiwa yang sudah diawali oleh AI-Farabi, yaitu membagi jiwa menjadi tiga bagian: (1) Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya makan, tumbuh dan berkembang biak; (2) Jiwa binatang dengan daya gerak dan pancaindera. Indera ada dua macam: (a) Indra luar, yaitu pendengaran, penglihatan, rasa dan raba; dan (b) Indra dalam yang berada di otak dengan fungsi: menerima kesan-kesan yang diperoleh pancaindra; menggambarkan kesan-kesan tersebut; mengatur gambar-gambar ini; menangkap arti-arti yang terlindung dalam gambar-gambar tersebut; dan menyimpan arti-arti itu sebagai ingatan; (3) Jiwa manusia dengan daya tunggalnya yaitu berfikir yang disebut akal. Akal terbagi dua: (a) Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang; dan (b) Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat. Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, sedangkan akal teoritis kepada alam metafisik.
Dalam diri manusia terdapat tiga macam jiwa ini, dan jelas bahwa yang terpenting diantaranya adalah jiwa berfikir manusia yang disebut akal itu. Akal teoritis mempunyai empat tingkatan: (1) Akal potensial, yaitu akal yang mempunyai potensi untuk rnenangkap arti-arti murni; (2) Akal bakat, yang telah mulai dapat rnenangkap arti-arti murni; (3) Akal aktual, yang telah mudah dan lebih banyak rnenangkap arti- arti murni; dan (4) Akal perolehan yang telah sernpurna kesanggupannya menangkap arti-arti murni. Akal tingkat keempat inilah yang dimiliki oleh para filsuf. Akal inilah yang dapat menangkap arti-arti murni yang dipancarkan Tuhan melalui Akal X ke bumi.
Sifat seseorang banyak bergantung pada jiwa mana dari tiga yang tersebut di atas berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berpengaruh, orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa manusia yang berpengaruh terhadap dirinya maka ia dekat menyerupai malaikat. Dan dalam hal ini akal praktis mempunyai malaikat. Akal inilah yang mengontrol badan manusia, sehingga hawa nafsu yang terdapat di dalamnya tidak menjadi halangan bagi akal praktis untuk membawa manusia kepada kesempurnaan. Setelah tubuh manusia mati, yang akan tinggal menghadapi perhitungan di depan Tuhan adalah jiwa manusia. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang akan lenyap dengan hancurnya tubuh kembali menjadi tanah. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang lenyap dengan matinya tubuh karena keduanya hanya mempunyai fungsi-fungsi fisik. Kedua jiwa ini, karena telah rnemperoleh balasan di dunia, tidak akan dihidupkan kembali di akhirat.
Sementara jiwa manusia berlainan dengan kedua jiwa di atas dengan fungsinya yang bersifat abstrak dan rohani. Karena itu balasan yang akan diterimanya bukan di dunia, tetapi di akhirat. Kalau jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang tidak kekal, jiwa manusia adalah kekal. Jika ia telah mencapai kesempurnaan sebelum berpisah dengan badan ia akan mengalami kebahagiaan di akhirat. Tetapi kalau ia berpisah dari badan dalam keadaan belum sempurna ia akan mengalami kesengsaraan kelak. Penalaran inilah yang mendasari faham bahwa yang akan menghadapi perhitungan kelak di akhirat adalah jiwa manusia, dan secara logis menolak adanya kebangkitan jasmani. Ibnu Sina percaya bahwa ruh bersifat abadi.

C. KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN IBNU SINA
Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang diberi nama kitab Al-Syifa’. As Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq As Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq Islami, sementara pembahasan ilmu alam dan Ilahiyyat dari kitab As-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Dikatakan juga bahwa ia memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung.
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat. 

III. IBNU RUSYD
A.    JATI DIRI
Ibnu Rusyd ( 1126-1198 M ) lahir di Cordova pada 1126 M dan wafat di Maroko pada 1198 M. Di dunia Barat ia lebih dikenal dengan nama Averroes. Keluarganya mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. Ayah dan kakeknya pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia. Sejak kecil, ia telah mempelajari Al Quran, ilmu tafsir, hadis, fikih, dan sastra Arab. Ia juga pernah menjadi qâdlî (hakim) di Sevilla dan qadlî al-qudlât (hakim agung) di Cordova.
Ia muncul seabad lebih sesudah Ibnu Sina dalam komunitas muslim Spanyol. Dalam filsafat ia dikenal sangat mengagumi Aristoteles. Dalam proyek intelektualnya ia berusaha membebaskan filsafat dari perangkap-perangkap penafsiran Neoplatonis semisal faham emanasi ciptaan dari Tuhan. Ia percaya bahwa ciptaan bersifat abadi dimana Tuhan senantiasa terlibat secara aktif dalam kehidupan manusia dengan pengetahuan-Nya yang serba meliputi segalanya.
B.POKOK-POKOK PIKIRAN IBNU RUSYD
Ia percaya bahwa setelah kematian, ruh manusia bergabung kembali dengan Intelegensi Aktif universal. Jadi, keabadian jiwa terjadi bersama jiwa universal, bukan jiwa individual. Ia juga menolak ide tentang kehendak bebas. Kebenaran dipercayainya terdapat dalam berbagai tingkatan termasuk Al-Qur’an yang menawarkan kebenaran kepada segala jenis individu dengan watak yang berbeda-beda dalam cara yang berbeda- pula.
Bagi orang biasa misalnya, kata harfiah mungkin sudah cukup, tetapi bagi orang yang terdidik hal itu mungkin belum cukup, argumen-argumen persuasif bahkan demonstrasi rasional dibutuhkan. Pendiriannya ini disebut dengan doktrin kebenaran ganda. Doktrin itu pula yang dipakai menyerang pemikiran filsuf Persia Al-Ghazali (1058-1111 M) yang mengembangkan metode-metode pencarian kebenaran yang lebih bersifat mistis. Sekalipun ia mengakui, seperti halnya Ibnu Miskawaih, bahwa perbincangan filosofis tidak tepat bagi setiap orang. Terhadap tiga kritikan paling krusial dari al-Ghazali terhadap kaum filosof, Ia memberi jawaban sebagai berikut:
Pertama, ketika Tuhan menciptakan alam bukannya dari suatu ketiadaan, tetapi ketika itu telah ada sesuatu di samping-Nya yang berupa materi dasar sebagai bahan penciptaan sebagaimana ditunjukkan oleh surat Hud ayat 7, Ha Mim ayat 11 dan al-Anbia’ ayat 30. Materi asal itupun bukannya timbul dari ketiadaan, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan oleh pemikiran Tuhan. Di samping itu, kata khalaqa di dalam al-Qur’an juga menggambarkan penciptaan bukan dari “tiada” (creatio ex nihilo), tetapi dari “ada” (misalnya surat al-Mu’minun ayat 12 tentang penciptaan manusia). Menurutnya “tiada” tidak bisa berubah menjadi “ada”, tetapi yang tepat adalah “ada” menjadi “ada” dalam bentuk lain. Sementara tentang keazalian alam yang dimaksud para filsuf adalah merujuk pada pengertian sesuatu yang diciptakan dalam keadaan terus menerus mulai dari zaman tak bermula dengan bahan dasar yang telah ada di sisi Tuhan sampai zaman tak berakhir (Ibrahim ayat 47-48).
Kedua, mengenai pernyataan al-Ghazali bahwa para filsuf berpendapat Tuhan tidak mengetahui perincian (juz’iyat) yang terjadi di alam, Ia membantah bahwa pernah ada filsuf Islam yang mengatakan demikian. Sebenarnya, yang dibahas para filsuf adalah tentang bagaimana Tuhan mengetahui perincian itu. Ulasan tentang emanasi wujud di atas kiranya cukup menjelaskan persoalan ini dari kacamata filsuf.
Ketiga, terkait dengan tuduhan bahwa para filsuf menentang ajaran kebangkitan jasmani, Ia mengatakan bahwa para filsuf muslim tak menyebutkan hal itu kemudian Ia balik mengkritik inkonsistensi pemikiran al-Ghazali. Sebab, dalam Tahafut Al-Falasifah ia menulis bahwa dalam Islam tidak ada orang yang berpendapat adanya kebangkitan rohani saja, tetapi di dalam buku lainnya ia mengatakan jika di kalangan sufi muncul pandangan bahwa yang ada nanti ialah kebangkitan rohani. Dari sini Ibnu Rusyd menilai bahwa Al-Ghazali juga tidak mempunyai argumen kuat untuk mengkafirkan para filsuf. 

C. KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN IBNU RUSYD
Terdapat empat hal dari pandangan-pandangan Ibnu Rusyd yang senantiasa menyegarkan dan mendewasakan wawasan keagamaan. Pertama, pluralisme dalam ijtihad. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pintu ijtihad ditutup oleh sebagian kalangan dan dipersempit dari persoalan hukum hanya menjadi persoalan hukum agama. Akibatnya, sikap taklid terhadap warisan hukum-hukum fikih yang telah terkodifikasi menjelma begitu saja menjadi wawasan sosial dan pandangan hidup. Sikap tersebut juga berawal dari kaburnya pemahaman tentang apa yang disebut agama dan pemahaman agama. Melihat fenomena ini, Ia mencoba membuka kembali batas-batas yang selama ini dikekang. ia mengudar artefak-artefak hukum fikih dari pelbagai mazhab, menganalisisnya dengan model pembacaan sosiologis-hermeneutis, menelisik akar perbedaan setiap mazhab dalam menggali dalil-dalil yang memproduk suatu hukum, kemudian menembus jantung hukum fikih itu sendiri, yaitu Al Quran dan sunah.
Dari setiap ijtihad fikih, dua elemen penting yang patut diperhatikan adalah obyektifikasi dan pertimbangan dimensi moral etiknya. Berijtihad berarti meniscayakan untuk membuka kritik dan pembenahan karena kebenaran tidak pernah final. Kesalahan yang terjadi dalam proses pergulatan akal jauh lebih baik dari sekadar menerima kebenaran dengan tanpa proses apa pun.
Kedua, kebebasan berpikir dan tradisi kritik. Ia menjadi orang yang pertama kali mengkaji, menganalisis, menjabarkan, serta mengomentari filsafat Aristoteles secara detail dan gamblang. Ia berhasil menyeimbangkan akal dan iman. Di hadapan keluhuran tradisi keagamaan dan tradisi filsafat, pandangan Ibnu Rusyd telah mengenalkan kepada kita mentalitas dan nalar abad pertengahan, baik dalam konteks Arab-Islam ataupun Latin-Yunani-Kristen. Nalar filsafat telah memainkan peran aktif dalam memelihara hak manusia untuk mengkritik dan bertanya.
Ketiga, dialog antaragama. Ibnu Rusyd mengatakan perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk melakukan dialog. Apabila kita menemukan kebenaran dari agama lain, kita patut menerima dan menghormatinya. Sebaliknya, jika kita menemukan kesalahan, maka kita patut memperingatkan dan memaafkannya. Memang, salah satu problem umat beragama adalah bagaimana berhubungan dengan umat agama lain. Dalam konteks Islam, fikih yang tersedia mempunyai dilemanya tersendiri sehingga baik secara eksplisit maupun implisit telah menebarkan kecurigaan terhadap agama lain.
Dialog antar umat agama sekarang ini semakin dirasa penting seiring meluasnya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Kuatnya kesadaran agama dalam masyarakat dapat menjadi faktor pemersatu sekaligus mudah disalahgunakan sebagai alat pemecah belah. Sosiolog Muslim, Ibnu Khaldun, mengatakan, perasaan seagama memang diperlukan, tetapi tidak cukup untuk menciptakan perasaan memiliki kesatuan sosial (social belonging). Untuk itu, setiap pemeluk agama perlu mengungkapkan pandangannya secara tepat serta mendengarkan pandangan mitra dialog secara terbuka tanpa disertai dengan penilaian apriori. Melalui dialog, setiap pemeluk agama belajar dari pandangan dan pengalaman satu sama lain, karena salah satu fungsi utama agama dalam konteks sosial tidak lain adalah memberikan rasa aman kepada sesamanya.
Keempat, kontrol atas kebijakan publik. Menurutnya, Islam tidak mempunyai banyak pemikiran tentang filsafat politik, sementara sejarah perebutan kekuasaan amat dahsyat terjadi. Oleh karena itu, dengan mendasarkan diri pada filsafat politik Plato, Ia menghendaki seorang pemimpin negara adalah juga seorang filsuf.
Membaca karya Ibnu Rusyd, yang paling menonjol adalah aspek falsafaty (estetika logika dan filsafat). Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam mentakwilkan dan menafsirkan Al Quran sebagai kitab teks, yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan perlu diberi interpretasi kontekstual dan bukan artikulasi lafadz.
Menurutnya Islam sendiri, tidak melarang orang berfilsafat, bahkan Al Kitab, dalam banyak ayatnya, memerintahkan umatnya untuk mempelajari filsafat. Takwil (pentafsiran) dan interpretasi teks dibutuhkan untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal dan filsafat serta teks Al Quran. Ia memaparkan, takwil yang dimaksud di sini adalah meninggalkan arti harfiah ayat dan mengambil arti majasinya (analogi). Hal ini pula yang dilakukan para ulama klasik periode awal dan pertengahan.
Dalam kaitan kandungan Al Quran ini, Ia membagi manusia kepada tiga kelompok: awam, pendebat, dan ahli fikir. Kepada ahli awam, Al Quran tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya dapat memahami secara tertulis. Demikian juga kepada golongan pendebat, takwil sulit diterapkan. Takwil, secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagi kaum ahli fikir. Pemikirannya lalu dikenal sebagai teori perpaduan agama dan filsafat. Menyangkut pemaknaan atas Quran, Ia berpendapat bahwa Al Quran memiliki makna batin di samping makna lahir.
Karya-karyanya tidak kurang 50 judul buku dari berbagai disiplin. Paradigma pembahasannya dibagi dalam tiga kategori, yaitu komentar, kritik, dan pendapat. Ia dengan cermat mendekonstruksi sekaligus merekonstruksi pemikiran Aristoteles, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah, bahkan Al-Ghazali.
Beberapa karya penting Ibnu Rusyd adalah Kitâb Fashl al-Maqâl fî Mâ Bayn al-Syarî`ah wa al-Hikmah min Al-Ittishâl, menguraikan keselarasan antara agama dan akal karena keduanya adalah anugerah Tuhan, Kasyf ’an Manâhij al-Adillah fî ’Aqâid al-Millah, menjelaskan secara rinci masalah-masalah teologi, Tahâfut al-Tahâfut, berisi pembelaan dari tuduhan Al-Ghazali perihal kerancuan filsafat, dan Bidâyah al-Mujtahid, sebuah studi perbandingan hukum Islam yang mengemukakan pendapat-pendapat para imam mazhab.
            Dunia barat (Eropa) pantas berterima kasih pada Ibnu Rusyd. Sebab, melalui pemikiran dan karya-karyanyalah Eropa melek peradaban. "Suka atau tidak, filosofi Cordova dan mahagurunya, Ibnu Rusyd, telah menembus sampai ke Universitas Paris," tulis Ernest Barker dalam The Legacy of Islam. Pemikiran dan karya-karya Ibnu Rusdy sampai ke dunia Barat melalui Ernest Renan, seorang penulis dan sejarawan asal Perancis. Renan, penulis biografi Rusyd berjudul Averroes et j'averroisme mengatakan, filosof Rusyd telah menulis lebih dari 20 ribu halaman dalam berbagai disiplin ilmu.
Apresiasi dunia Barat yang demikian besar terhadap karya Rusyd, kata Alfred Gillaume dalam "Warisan Islam", menjadikan Rusyd lebih menjadi milik Eropa dari pada milik Timur. "Averroisme tetap merupakan faktor yang hidup dalam pemikiran Eropa sampai kelahiran ilmu pengetahuan eksperimental modern," tulis Gillaume.

KESIMPULAN&SARAN
         Jasa kedua filosofi ini tidaklah sedikit dan patut diperhitungkan untuk senantiasa dipertahankan dan dikadikan sebagai referensi berbagai disiplin ilmu.
         Karena, atas jasa keduanyalah bangsa-bangsa di dunia (khususnya Eropa) menjadi melek peradaban.
         Pemikiran mereka merupakan sebuah Mahakarya, maka sudah sepatutnyalah kita harus mampu meneruskan tonggak perjuangan mereka.



REFERENSI
syahwat-pemikiran-pembaharu.html
 Kompas.html
Republikaonline.html
KidungPeziarah.html


Rabu, 29 Desember 2010

My First Resensi:)

SUJUD NISA DI KAKI TAHAJJUD-SUBUH

IDENTITAS BUKU
A.    Judul                           :           Sujud Nisa Di Kaki Tahajjud-Subuh
B.     Nama pengararng        :           Kartini Nainggolan
Biografi Singkat
Kartini Nainggolan lahir di Kisaran, Asahan, Sumatera Utara, pada 17 Agustus 1985. Putri keenam dari tiga belas bersaudara, pasangan Sanusi Nainggolan, SAg dan Waginah. Saat ini, penulis masih tercatat sebagai mahasiswi Ekonomi dan Perbankan Islam Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
C.     Penerbit                       :           DIVA Press
D.    Tahun terbit                 :           2008
E.     Tebal buku                  :           370 halaman
F.      Harga Buku                 :           Rp.37.500,00
Sujud Nisa Di Kaki Tahajjud-Subuh merupakan novel yang syarat akan muatan religius yang begitu kental dalam setiap kisahnya. Alur cerita yang sederhana, membuat pembaca  seakan sedang terbawa, dan menjalani kehidupan seperti apa yang dialami Nissa, mengingat, kisah yang dihadirkan berupa refleksi ringan dari cermin kehidupan nyata sehari-hari, beralur cerita yang bergerak searah, maju hingga mencapai ahir yang mengesankan. Didukung oleh penggunaan sudut pandang penulis yang menggunakan kata ‘Aku’ sebagai tokoh utama. Pembaca ditempatkan di posisi Nisa yang sedang menjalani skenario Allah SWT sebagai seorang An Nisa’ ( seorang wanita ). Muslimah tangguh luar biasa.
Dakwah Islam disampaikan penulis dengan menekankan makna dari sebuah kepasrahan diri atas segala ketetapan yang telah digariskan Allah SWT bagi setiap hamba-Nya. Pemaknaan setiap permasalahan akan ada penyelesaiannya dengan pendekatan diri dengan intensitas lebih disamping usaha yang terus-menerus, tanpa mengenal kata menyerah, sebagai wujud kepatuhan atas perintah-Nya semata, pembuktian diri janji muslim sejati yang tidak berputus asa dengan rahmat-Nya. Karena sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang mendirikan shalat dan bersabar.
Dikatakan pula mengenai kelapangan Allah akan pertaubatan seorang yang dibukakan pintu hidayah kepadanya. Hendaknya hidayah berupa agama dipergunakan untuk sarana kembali kepada keridhoan Allah. Tanpa kekuasaan-Nya, manusia tiada memiliki daya dan upaya melakukan apapun di dunia. Bahkan pemilihan nama tokoh utama, dengan nama lengkap Khalifah Khairunnisa pun bernilai pesan tugas penciptaan manusia ( sebagai khalifah-pemimpin di muka bumi ) dan Khairunnisa ( sebaik-baiknya manusia pada umumnya dan wanita pada khususnya ).
Seperti telah dibahas di berbagai bahasan keilmiahan, sosok wanita cenderung memiliki tingkat kestabilan emosi yang lebih rendah dibandingkan dengan kaum Adam. Kecenderungan inilah yang menjadikan kaum Hawa berpegang pada perasaan, terkadang mengesampingkan akal. Berbeda dengan jiwa seorang Nisa. Suri tauladan wanita-wanita sholihah di zaman Rasulullah SAW seakan merasuki relung-relung sanubarinya, memancar ke luar menjadi akhlakul kharimah ( akhlak terpuji ).
Betapa berartinya sebuah kehidupan, sepahit apapun itu, Tahajjud dijadikannya lentera-lentera cahaya penerang hati nan gundah dan resah tak menentu dikala cobaan menerpa, keyakinan akan janji Allah yang meninggikan derajat di sisi-Nya. Bersujud dan bermohon hanya kepada-Nya. Hingga keputusan pernikahan yang diambil di pertengahan aktifitas dakwah di lingkunganpun didasari oleh Tahajjud dan keistikharah panjang. Penyakit kronis yang dihadapi sang suami kemudian, bukan lagi menjadi batu sandungan mencapai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Dimana di era yang serba uang. Di tengah kondisi keluarga yang ekonomi carut-marut, Nisa tetap mampu mengambil keputusan dengan akal pikiran Allah. Kekhawatiran masa depan memudar sudah. Walaupun, ahir tragis dengan status ‘janda kembang tanpa keturunan’ dilakoni dengan penuh khidmad, keikhlasan dan tetap berjalan meneruskan dakwah di berbagai tempat. Hilang sudah keluh-kesah di masa belia, yang ada hanya menjalani putaran roda kehidupan dengan ikhtiar dan tawakal tak henti-hentinya. Berserah dari tahajjud hingga Subuh menjelang ( dari keterpurukan di gelapnya malam, hingga secercah harapan sinar mentari pagi menyinari dunia, mengubah duka serta asa menjadi keikhlasan ).
Gaya bahasa penulis ringan, mudah dipahami, dengan meminimalkan penggunaan bahasa-bahasa sastra nan ambigu, penuh berbagai penafsiran, yang memancing persepsi berbeda dalam pengambilan intisari. Pembaca disodorkan realitas nyata, aplikasi langsung dari sumber segala sumber hukum Islam yakni Al Qur’an dan Hadist. Beberapa kisah juga melampirkan ayat-ayat beserta perkataan Nabi SAW yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
Selain bermuatan religius, novel ini menyimpan makna ukhuwah Islamiyah, wujud mu’amalah ( hubungan ) antara manusia dalam proses sosial, mengingat manusia bukanlah makhluk yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan, dukungan dari orang lain, sehebat apapun dia, sesempurnanya ia dalam penciptaan yang melebihi makhluk lain dengan karunia akal. Dikisahkan persahabatan yang dijalin Nisa bersama teman-teman seperjuangan di kampusnya. Perubahan Nisa mampu diikuti oleh perubahan orang-orang di sekitarnya. Jiwa dakwah yang memukau.

SINOPSIS
            Nisa seorang belia yang dilahirkan di keluarga sederhana dengan kesulitan perekonomian tidak menentu, mengingat profesi sang bapak, sebagai seorang guru dengan penghasilan tidak begitu besar, merangkap pembuat gula dan ibu seorang pedagang daun ubi dan pisang Banten. Pemenuhan kebutuhan berlebihan, besar pengeluaran daripada pemasukan diakibatkan oleh biaya kuliah bapaknya melanjutkan ke jenjang pendidikan strata dua ( S2 ), biaya kuliah Faisal, kakaknya di Bogor, sementara mereka tinggal di salahsatu desa di Pare-Jawa Timur. Hutang-hutang menumpuk semakin menambah beban pengeluaran. Kepercayaan bapak Nisa kepada teman dekat dengan meminjamkan uang, ternyata membuahkan tipuan belaka.
            Hal tersebut memojokkan Nisa muda dihadapan dilema pilihan, diantara meneruskan pendidikan ke tingkat universitas atau membantu orang tuanya memperbaiki perekonomian keluarga agar tegak berdiri selayaknya keluarga lain. Namun keinginan dan keyakinan kuat bapak, membuat Nisa kehilangan pilihan yang kedua untuk ikut menopang beban ekonomi, tanpa meneruskan impian remaja seusianya mengenyam pendidikan. Allah mengabulkan ikhtiar serta tawakal bapak dengan memudahkan rezeki.
            Hari yang dinantikanpun tiba, Ia berangkat dengan keterbatasan biaya, tetapi berbekal sebuah keoptimisan bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Segalanya sehingga mampu menberikan kebijaksanaan yang tiada terduga sekalipun. Kepergiannya yang seorang diri ke sebuah kota baru, cukup jauh dari tempat keluarga besarnya berkumpul. Allahlah pengawal perjalanannya memulai perjuangan baru di bangku perkuliahan.
            Lembaran baru mulai dibuka satu persatu. Konflik pertama hadir menyegarkan. Nisa yang sedang mulai naik daun kala memenangkan sayembara lomba menulis novel, difitnah oleh orang tidak bertanggungjawab. Teror awal dilakukan melalui telephon seluler ( hp ) berupa kalimat-kalimat kemarahan. Inti dari pesan berupa keinginan pengirim supaya Nisa menjauhi Fauzi, salah satu temannya dari Fakultas Sastra. Fauzi tergolong berasal dari keluarga berada, mobil pribadinya siap mengantar-jemput Nisa kemanapun. Sementara Nisa juga berteman dekat dengan Adit.
            Teror penuh umpatan kalimat-kalimat kasar berlalu. Tetapi tidak berhenti cobaan mendera. Kali ini lebih menyakitkan. Ia benar-benar difitnah. Dijatuhkan hingga ke dasar harga diri terendah. Foto tidak pantas di pampang di dinding pengumuman. Seluruh mahasiswa kontan mencibir. Di foto tersebut nampak Nisa tanpa busana sedang berbuat asusila bersama seorang pria. Nisa yakin, di foto tersebut bukan dirinya, wajahnya memang terpajang jelas, tetapi tubuh serta perbuatan yang dilakukan, seratus persen tidak pernah dilakukannya. Ia merasa terpojok, apalagi kala kerudungnya ‘dipaksa’ dilepaskan oleh mahasiswa lain yang marah seketika melihat sosok Nisa hadir.  Ais, sahabatnyalah yang membantunya menenangkan.
            Meski demikian, fitnah ternyata lebih kejam dari pembunuhan. Ia terpuruk, lepas dari aktifitas yang mulai diminatinya. Berubah dari seorang sederhana, menjadi Nisa yang glamor, senang berbelaja, fashion. Uang kiriman orangtua di kampung sengaja diselewengkan kepada barang-barang berlebihan, seperti celana jins mahal di etalase pusat perbelanjaan. Ia halang kendali diri, lepas kontrol akal sehatnya. Keberagaman dimulai dari kewajiban menutup aurat muslimah, dijadikan simbol belaka. Dikenakan hanya di lingkungan perkuliahan.
            Aktifitas maskulin di kegiatan kemahasiswaan dalam mahasiswa pencinta alam ( Mapala ) kini digelutinnya. Pergaulan bercampur-baur dijalaninya dengan penuh kenyamanan. Dia mengaku menikmati hidup. Walaupun Nisa tetap merasa ada sesuatu yang kurang. Belum diketahuinya apa gerangan. Ditepiskannya begitu saja sesuatu itu, dengan menerima jabatan ketua Mapala. Di kalangan kaum Adam, Nisa menjadi pemimpin seluruh kegiatan rapat, mengantarkan Mapala ke organisasi kemahasiswaan yang mulai mengukir prestasi. Teman-teman Mapala awalnya meragukan kemampuannya, begitu Mapala sampai mengalami masa kejayaan, mereka dibuatnya terkagum-kagum.
            Allah tidak akan menginggalkan hamba-Nya begitu saja, tanpa hidayah. Do’a restu orangtua di kampung dikabulkan Allah. Nisa mengalami mimpi-mimpi buruk perwujudan dari penyesalan panjang di benaknya. Seorang berbadan besar, gelap, menyeramkan, lagi kasar membentaknya. Di kekalutan serta ketakutan, muncul sosok putih yang menentramkan jiwa. Segala wujudnya menyiratkan kesempurnaan penciptaan bentuk seorang manusia. Ia hanya tersenyum sembari meninggalkan Nisa termangu. Diam penuh seribu tanya. Mushaf Qur’an di tangan sosok tadi mengesankan Nisa. Ditambah Nisa sudah lama meninggalkannya. Dalam mimpinya pula dunia hancur berantakan. Beruntung Nisa segera terbangun. Keadaan baik-baik saja, kembali seperti sedia kala. Mimpi yang sangat buruk baginya. Justru memberikan kesan mendalam. Bening air mata mulai menetes membasahi pipinya. Ketidaksiapannya menghadapi maut membuatnya sangat tertekan.
            Setelah didera ketakutan mencekam di alam maya, Nisa mengalami kecelakaan sepeda motor. Seorang ibu bersepeda di tabraknya. Menurut penuturan ibu tersebut yang dinyatakan dokter dalam kondisi lebih baik dari Nisa yang belum jua sadar, Nisa jelas sekali menabraknya, dalam poosisi sepedanya berjalan di pinggir. Adit begitu mendengar Nisa kecelakaan dari Ais yang sudah sejak awal berada di samping Nisa, segera menjenguk, mendo’akan kesembuhan Nisa. Di tempat kejadian, sebenarnya Fauzi berada di sana, mengantarkan ibu tadi ke dokter dan menanyakan kronologis kecelakaan, namun ia belum mengetahui Nisa mana yang dimaksud. Sehingga Fauzi tidak segera berada di samping Nisa.
            Keheningan malam di rumah sakit, mengkondisikan Nisa kembali ke fitrahnya. Mimpi beberapa pekan lalu, surat bapak dari kampung semakin membuatnya bertekad kembali menggapai Ridho-Nya. Nasihat diiringi motivasi kuat bapaklah nan menggetarkan hati Nisa. Bagi Nisa harapan bapaknya tulus menginginkan kebahagiaannya dunia dan ahirat. Sakit akibat kecelakaan yang dialaminya bagaimanapun telah menambah beban tanggungan keluarganya. Bapak wajar jika melampiaskan kemarahannya. Namun, bapak justru memaklumi, bahkan memberikan dorongan kuat baginya. Malam itulah titik perubahan.
            Keputusan mengejutkan yang sempat ditentang teman-teman di Mapala mengenai pengunduran dirinya sebagai ketua. Semua tidak percaya akan keputusan Nisa. Keputusan bulat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Penuh kemantapan. Permohonan maaf disampaikannya dengan berurai air mata.
            Niat Nisa bukan gertakan sambal belaka, ia membuktikan diri dengan menjadi muslimah kaffah ( menyeluruh ) dengan membenahi penampilan. Kegiatan keIslaman mulai ditekuni secara rutin. Berbagai kegiatan baru menyibukkan harinya. Ia mulai merasakan betapa indahnya ukhuwah Islamiyah, ketika mbak Nadzifa ( akhwat yang membantunya menjawab hikmah atas pemfitnahan yang dialaminya hingga kembali kepada jalan terang Ilahi Rabbi ).
            Kebahagiannya mengenal makna baru dalam hidup kembali bersamaan dengan terlambatnya pengiriman uang bulanannya dari kampung. Nisa berusaha meminimalkan pengeluaran seminim mungkin. Lapar ditanggungnya sendiri. Uang dua ribu rupiah yang tersisa, tidak mampu dikeluarkan begitu saja. Ia berusaha tabah, tiada berkeluh kesah. Shalat Dzuha dilaksanakannya dengan penuh khidmad, larut dalam kekhusyukan. Berserah kepada Sang Khalik. Sujud terahirnya, ia merasa berada di suatu tempat yang tak dikenalnya. Nisa dipanggil oleh sebuah suara, menyapa dengan salam, menyebutnya bidadari dunia. Suara halus yang bertanya tentang rasa laparnya. Setelah itu di hadapannya berbagai hidangan tersedia. Nisa dipersilahkan menghabiskan seluruhnya sendirian.
            Seusai membaca do’a sebelum makan, ia menyantap hidangan perlahan dan pasti yang dirasa begitu nikmatnya. Do’a sesudah makan kelantunkannya ketika ia telah merasa cukup kenyang. Nisa kembali tersadar. Terbangun dari tidur di sujud terahirnya. Anehnya, ia masih merasa kenyang untuk beberapa hari karenanya. Malam-malam Nisa dipenuhi oleh Tahajjud disela dengan membaca Qur’an hingga Subuh menjelang.
            Allah Maha Kaya, membukakan rizki bagi Nisa. Ada saja teman yang membantu memberikan bantuan makan. Maha Suci Allah dengan Segala Firman-Nya. Begitulah bila Allah telah berkehendak. Fauzi dan Aditpun telah dibukakan pintu Hidayahnya mulai mengikuti perubahan keIslaman. Mereka saling bertukar info-info kajian-kajian.
            Kesibukan Nisa menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul, menyebabkan Ais sahabatnya terlupakan. Ais yang sudah tidak satu kontrakan lagi dengannya tiba-tiba datang dengan penampilan berbeda. Wajah yang berantakan, rambut yang dicukur habis tanpa penutup hijab ( kerudung ). Ais menangis tersedu-sedu menyesali perbuatan munafiknya yang menfitnah Nisa dengan teror hingga foto-foto senonoh. Semua dilakukan atas dasar iri hati, merasa rendah diri bila di bandingkan dengan Nisa. Namun Nisa justru terlalu sibuk dengan permasalahan dan kisah hidupnya sendiri, meninggalkan Ais sendirian. Penyesalan Ais tumbuh kala keperawanannya terenggut. Ia merasa semakin terpuruk dosa. Kehinaan bertbu-tubi. Nisa mendengarkan dengan tenang, tak menunjukkan emosi, berusaha memahami kisah Ais. Baginya masa lalu sudah berlalu dan ia telah memafkan semua.
            Aispun berpamit meninggalkan Nisa yang mengajaknya bermalam. Nisa tak henti-hentinya berusaha menghubungi Aisyah ( nama panjang Ais ) dengan cara menghubungi nomor telepon kediaman keluarganya, disebabkan nomor pribadi ( hp ) Ais lama tidak aktif. Orang tua Aisyah telah mengirimkan Ais ke sebuah pesantren, pembenahan diri. Nisapun merasa tenang.
            Badai berlalu dengan cepat. Bapak di kampung tiba-tiba mengirimkan seorang mas Irsyad untuk menjadi pendamping hidup. Sebelum bertemu mas Irsyad, Nisa meragukan segalanya di diri mas Irsyad. Namun seusai pertemuan dan perbincangan di rumahnya, Nisa mendapat sedikit pencerahan. Istikharah dirutinkannya. Ketika Nisa usai mengirimkan email tentang ta’arufnya, mas Irsyad hilang kabar. Ibu mengabari bahwa mas Irsyad sakit kanker otak sebesar bola pingpong. Nisa diminta memberikan semangat motivasi hidupnya.
            Nisapun sering mengirim pesan-pesan singkat untuk mas Irsyad. Hingga pada ahirnya ia merasa ada yang salah dengan caranya. Ia meminta ketegasan dari mas Irsyad.Ternyata mas Irsyad memintanya mendampingi hidupnya. Berbagai keraguan Nisa hilang sudah, ia ahirnya meyakini mas Irsyad terbaik untuknya, tanpa peduli penyakitnya, ketakutan apapun hilang, bukan karena kasihan dan paksaan. Pernikahan mereka berlangsung dengan hidmad. Mas Irsyad memberikan mahar seperangkat alat shalat dan hafalan surat An Nisa tunai.
            Mas Irsyad pilihan terbaik Nisa melalui istikharah panjang selama lima bulan berturut-turut tampak tidak mengecewakan. Ia seorang yang tegar menghadapi penyekitnya, tanpa berkeluh apalagi menunjukkan sakitnya yang bertambah parah kian hari di hadapan Nisa. Tugas pekerjaan sehari-hari tetap dilakoni. Justru kala Nisa sakit, ia yang merawat Nisa. Wisuda sebagai puncak kelulusan Nisa dilaksanakan tanpa mas Irsyad. Di tempat berbeda suaminya terbaring lemah. Meski demikian, mas Irsyad tetap menelpon dengan suara dipaksakan untuk mengucapkan selamat kepada istrinya.
            Wisuda tidak berupa kebahagian bagi Nisa. Ia justru menemani mas Irsyad di rumah sakit. Terus dipanjatkan do’a kesembuhan. Tahajjud malam tetap ditegakkan penuh kepasrahan. Mimpi lain mulai hadir, mas Irsyad yang nampak segar memeluknya sembari tersenyum berkata bahwa ia dijemput laki-laki berwajah putih bersih dan bercahaya yang memgang buku besar dengan mengendarai kereta yang indah, mas Irsyad ditanya tentang kesiapan dirinya, dan mas Irsyad  menjawab sudah, tetapi justru orang tersebut mengatakan bahwa ia belum saatnya. Nisa terbangun dengan keterkejutan.
            Ibu Nisa meminta Nisa mengikhlaskan mas Irsyad yang telah dipasangi ventilator demi bertahan hidup. Meski awalnya Nisa keberatan, ditanya seperti itu, ia ahirnya mengikhlaskan semua. Mas Irsyad ahirnya meninggal dunia. Mas Irsyad suami sholih yang tak ingin Nisa merasa bersedih dengan kepergiaannya, maka dari itu, ia tetap bertahan. Takdirlah yang memisahkan mereka. Seperti kalimat yang sering diucapkan mas Irsyad selama sehatnya yang bermohon kepada Allah, Nisalah istrinya di dunia dan ahirat.
            Lima tahun dijalani Nisa dalam kesendirian panjang. Kegiatan sosial mulai digelutinya. Hingga aktifitas tulis menulisnya membuahkan sebuah novel. Di kehidupannya yang baru kini, ada mas Irvan bersama buah hatinya yang akan menggantikan keihklasannya selama ini.

Hubungan Atribusi Diagnosis Klinis Antara Penderita Schizophrenia di Amerika Afrika dan Selain Amerika Afrika



Stevent J.Trierweiler and Harold W.Neighbours                                    Cheryl Munday
               Universitas Michigan                                           Universitas Michigan

Estina E.Thompson                                                            Victoria J.Binion      
          Universitas Michigan                                           Universitas Michigan

John P.Gomez
Universitas Michigan

Penulis memeriksa diagnosis schizophrenia dari 292 penderita penyakit jiwa di komunitas besar warga Amerika-Afrika. Klinisi telah melengkapi dengan kuisioner  respon bebas yang menggambarkan kesimpulan diagnosis mereka. Gejala ( symptom ) psikotik seperti berbagai macam halusinasi, yang menunjukkan angka berbeda antara atribusi penderita di Amerika-Afika dan selain Amerika-Afika, tidak perlu disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan di tingkatan diagnosis. Lebih baik simptom ini tidak dibedakan menjadi atribusi yang berbeda antara kelompok yang menerangkan angka yang tinggi terhadap penderita schizophrenia di Amerika-Afrika. Atribusi-atribusi dari gejala ( symptom ) negatif menunjukkan perbedaan yang besar antara penderita Amerika-Afika dengan selain  Amerika-Afika di angka diagnosis schizophrenia, gangguan menimbulkan pemikiran nilai yang sama antara dua kelompok penderita. Penelitian logis tentang agresi mengusulkan adanya perbedaan jumlah model keputusan yang dapat digunakan untuk membedakan penderita.




TEORI
Menggunakan atribusi untuk menegaskan kecenderungan yang memberi dugaan dengan mendiagnosis karakteristik terhadap penderita schizophrenia.

METODE
 Wawancara terstruktur dengan cara berinteraksi dengan para penderita, observasi ketika wawancara berlangsung, data penderita dan informasi-informasi yang mendukung.
Sample :
292 penderita remaja dari dua rumah sakit di daerah Midwest.
64 % Pria warga Amerika-Afrika
36 % Wanita warga Amerika-Afrika
51 % Pria selain warga Amerika-Afrika
49 % Wanita selain warga Amerika-Afrika
Klinisi berasal dari kota dan rumah sakit yang sama, yang dididik selama 3-4 tahun, berpengalaman miniman 2 tahun dalam menganalisis populasi penderita.
Diambil secara random ( acak ).
Cara :
Petunjuk wawancara :
Wawancara berlangsung selama 35-40 menit untuk mendiagnosis. Kembangkan ide yang kau pilih, sesuai dengan situasi dan kondisi. Pertimbangkan diagnosis yang kemungkinan muncul, seperti depresi, mania, gangguan kepribadian antisocial, schizophrenia, dan gangguan korban kekerasan. Kemudian, jawab pertanyaan berikut :
  1. Pikirkan apa saja yang dikatakan penderita, apa yang lebih  mempengaruhi diagnosismu ?
  2. Pikirkan apa saja observasi yang kamu amati ketika wawancara berlangsung, apa yang lebih mempengaruhi diagnosismu ?
  3. Pikirkan apa saja observasi yang telah kamu dengar ketika wawancara berlangsung, apa yang lebih mempengaruhi diagnosismu ?
  4. Setelah semua diakukan, factor tunggal apa yang paling mempengaruhi diagnosismu ?

DISKUSI
Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon antara penderita yang berasal dari Amerika-Afrika dengan yang selain Amerika-Afrika. Halusinasi dan gangguan Paranoid/ kecurigaan yang berlebihan lebih sering muncul pada penderita Amerika-Afrika, suasana hati yang tinggi, dan kombinasi antara Gejala negative lebih sering terdapat dalam atribusi penderita selain Amerika-Afrika. Terdapat perbedaan antara penderita Amerika-Afrika dalam probabilitas diagnosis schizophrenia

KOMENTAR
Kelebihan jurnal ini adalah
  1. Jurnal ini menggunakan pengertian konseling yang telah dijelaskan oleh L.R.Wolberg yaitu konseling dikategorikan dalam bentuk wawancara. 
  2. Memberikan panduan wawancara ( guide wawancara ) walaupun tidak begitu rinci hingga dalam penyusunan kalimat pertanyaan yang diajukan, setidaknya dberikan petunjuk menemukan tujuan dari wawancara yang dilakukan, sekiranya pertanyaan tidaklah melenceng jauh dari tujuan, sebagai tambahan pengetahuan baru kepada para peneliti untuk mempermudah melakukan konseling terhadap pederita shcizoprenia.
  3. Sebelum jurnal diterbitkan, telah dilakukan penelitian terlebih dahulu, sehingga dapat melampirkan hasil dari penelitian, memberikan gambaran kepada para pembaca aplikasi langsung dari proses konseling yang dilakukan dengan metode wawancara untuk menangani penderita shcizoprenia.
  4. Membantu konselor untuk menemukan factor tunggal yang mempengaruhi diagnosis dalam proses ( metode ) wawancara terhadap penderita shcizoprenia.
  5. Memberikan gambaran jelas mengenai hasil aplikasi metode yang dilakukan di lapangan dengan mengambil sempel warga Amerika-Afrika dan selain warga Amerika-Afrika, hingga menyertakan tebel hasil.
  6. Melampirkan metode penggabungan antara observasi dengan wawancara, meskipun observasi hanya digunakan sebagai data pendukung wawancara.
  7. Lebih bersifat piskoterapi awal daripada konseling karena mengungkap masalah empsional yang berat ( neurotic ).
  8. Memperkenalkan metode yang masih jarang digunakan dalam proses penanganan penderita shcizoprenia.
  9. Membandingkan juga dengan sample yang tidak menderita shcizoprenia.
  10. Melampirkan kategori atribusi klinis secara terperinci.
  11. Bersifat psikoterapi karena mencakup 3 sifat, yaitu klinis ( face to face, membutuhkan suasana baik ), pribadi ( perlu ‘prifacy’ dan terjamin kerahasiaannya ), dan profesional ( melalui pendidikan dan pelatihan formal), dan sesuai dengan pengertian psikoterapi ( interaksi khusus- dua orang atau lebih antara pasien / klien yang mencari bantuan karena ada masalah ).
  12. Metode psikoterapi yang digunakan yaitu mengurangi emosi yang tidak menyenangkan melalui warm relationship, dan  mendorong munculnya katarsis.


Kelemahan jurnal ini adalah
  1. Meskipun menggunakan pengertian konseling yang dikemukakan oleh L.R.Wolberg, namun hanya dikemukakan pengertian konseling dalam bentuk wawancara saja. Tidak dilampirkan secara lebih akurat mengenai kegunaan wawancara yang dilakukan, yaitu menolong klien untuk mengerti lebih jelas tentang dirinya sendiri, untuk dapat memperbaiki kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan atau untuk dapat memperbaiki kesulitan penyesuaian.
  2. Metode yang diberikan semata-mata membantu konselor untuk menemukan factor tunggal saja, tanpa penjelasan mengenai proses.
  3. Muncul pertanyaan disebabkan kerancuan metode yang digunakan, Apakah mungkin melakukan metode wawancara pada penderita shcizoprenia sebagai metode konseling ? Namun, jikalau digolongkan dalam metode psikoterapi, maka lebih mungkin menggunakan penggalian data lain sebagai pendukung, misalnya tes proyekstif.
  4. Jenis pendekatan yang dilakukanpun samar, apabila dikatakan pendekatan langsung ( Directive Approach ) tentulah diungkapkan secara terperinci seperti telah dijelaskan Williamson dengan langkah analisis ( kerancuan, antara sudah dilakukan maupun belum, karena tidak dilampirkan kemudian dalam metode ), sintesis ( konselor tidak diberi tuntunan sama sekali mengenai tugas mengelompokkan data untuk menentukan kekuatan yang dimiliki klien dan tanggungjawab yang mungkin bisa diberikan kepada klien ), sudah menyebutkan atau mengarahkan konselor melakukan diagnosis kesimpulan,  namun langkah berikutnya justru tidak dilakukan sama sekali ( kemungkinan dikarenakan penulis terfokus hanya sebagai pengetahuan methode baru dalam menyusun guide wawancara untuk menangani penderita shcizoprenia. Kemudian proses konseling juga tidak dituliskan, apalagi kelanjutan dari konseling.
  5. Hampir menggunakan pendekatan elektik, dilihat dari strategi yang dilakukan dengan membangun hubungan koselor dan klien, interviu, assessment dan perubahan ide, namun hal yang janggal adalah mengapa hanya mengambil satu teori mengenai atribusi.
  6. Tidak menggunakan tehnik konseling dengan baik, ditunjukkan dengan metode yang dicantumkan hanya satu metode wawancara, meskipun telah mencakup observasi dalam proses wawancara, tidak menyebutkan satupun ketrampilan memulai konseling. Tidak diberi pengarahan terperinci mengenai kalimat yang mengungkapkan ajakan terbuka untuk memulai pembicaraan, pertanyaan terbuka, dorongan-dorongan kecil untuk menghidupkan suasana, mengajak klien untuk mengalihkan pembicaraan hal lain, mengikuti arah dan pokok pembicaraan klien, tindakan kesegeraan, dan petunjuk ketika dalam suasana diam. Namun, dalam point ketrampilan melanjutkan konseling dijabarkan dengan memberi petunjuk untuk mengenal perasaan klient, pertanyaan “ Pikirkan apa saja observasi yang kamu amati ketika wawancara berlangsung, apa yang lebih mempengaruhi diagnosismu ? “ secara implicit mengisyaratkan konselor untuk peka terhadap tingkah laku nonverbal klient. Tetapi tidak dilanjutkan ke ketrampilan berikutnya, tidak ada petunjuk untuk mengungkapkan perasaan sendiri, refleksi.
  7. Tidak diberikan pengarahan mengenai keterampilan yang dibutuhkan konselor dalam proses konseling.
  8. Kesimpulan ahir, yang memberikan kekurangan yang sangat jelas, yakni konseling yang cenderung mirip dengan psikoterapi, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai methode psikoterapi.
  9. Harus dilakukan oleh terapis yang professional ( dikarenakan minimnya informasi mengenai metode ).
  10. Tanpa melampirkan tujuan psikoterapi baik secara eksplisit maupun implicit.
  11. Pendekatan yang digunakan juga tidak jelas, disebabkan oleh metode yang digunakan hanya sebatas wawancara, dan guide wawancara dibuat secara tidak terstruktur.



HIKMAH SHALAT


            Shalat adalah jalinan ( hubungan ) yang kuat antara langit dan bumi, antara Allah dan makhlukNya ( dalam hal ini manusia ) sehingga Shalat dikatakan sebagai tiang agama dan rukun Islam. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“ Pangkal segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah “ ( HR.At Tabrani dan Mu’adz ). Dalam Al Qur’an Allah telah mewajibkan shalat atas orang-orang yang beriman yang dijabarkan dalam QS.An Nisa’ 103 :
Sesungguhnya Shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
            Dalam melaksanakan Shalat, terdapat beberapa gerakan-gerakan. Ada pula yang berupa pengulangan. Diantara gerakan tersebut beserta hikmahnya bagi kesehatan antara lain :
  1. Al Qiyam ( berdiri )
Ketika melakukan shalat, berdiri merupakan gerakan pertama setelah takbiratul Ihram ( takbir di awal shalat ). Dalam posisi ini otot yang berada di punggung memberi kesempatan kepada tulang punggung pada posisi lurus.
  1. Gerakan Rukuk
Posisi punggung yang berubah dari posisi ke posisi badan membentuk sudut yang lurus dengan kedua kaki tetap berdiri membuat posisi punggung kokoh, tidak loyo dan tidak membungkuk.
  1. I’tidal ( Bangun dari ruku’ )
Gerakan ini dilakukan dengan hikmad dan akan menjadikan tulang tubuh kembali ke posisi awal.
  1. Dari berdiri menuju sujud
Gerakan ini berlangsung dengan cepat dan hanya membutuhkan waktu sedikit ( seperti yang diungkap oleh Dr.Taufik Ilwan ). Manfaat gerakan ini sebagai sirkulasi darah pada saat turun dari berdiri menuju sujud.
  1. Gerakan Sujud
Sujud adalah bentuk ketundukan tertinggi seorang hamba di hadapan Tuhannya ( dr.Sagiran.M.kes ). Tubuh merendah yang menjadikan otak lebih rendah di bandingkan jantung sehingga terjadilah relaksasi otot-otot punggung yang membuat kelancaran peredaran darah di otak. Sujud juga merupakan gerakan anti stroke. Stroke terjadi bila terdapat pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah sehingga sebagian otak mengalami gangguan, tamak sebagai keadaan lumpuh separuh badan. Sujud juga dapat membantu proses pencernaan dengan proses pemijatan terhadap perut. Bagi kaum ibu, gerakan ini menempatkan rahim pada posisinya yang alami dan mencegah terjadinya kerusakan dan kelainan pada kandungan.
  1. Duduk dalam shalat
Duduk dalam gerakan shalat dengan jari-jari menekuk merupakan relaksasi maksimal dari otot-otot di betis, dimana otot ini sering mengalami nyeri karena menopang postur ( kontraksi statis ) dan berjalan atau lari ( kontraksi dinamis ). Saat duduk, otot tersebut direnggangkan maksimal sehingga terjadi pemulihan dan bebas dari timbunan asam laktat penyebab nyeri dan kelelahan. Dengan duduk ini pula seluruh persendian di tungkai, kaki dan jari-jari menjadi aktif, lentur dan bebas pengapuran, serta kekakuan. Efek lebih lanjut tentu lebih kuat dan tahan terhadap trauma fisik dan mekanik.


  1. Gerakan Salam
Salam adalah perbuatan yang terahir dalam shalat. Salam diucapkan dua kali, kanan dan kiri. Secara anatomis, leher adalah bagian tubuh yang amat vital menghubungkan kepala dan batang tubuh yang menyebabkan penjepitan saraf sering terjadi dikarenakan tidak adanya kelenturan di bagian leher. Gerakan salam pada ahirnya memperkuat otot-otot dan seluruh struktur leher berikut funngsi refleks-refleksnya.
Selain dari segi kesehatan bagi tubuh hikmah shalat yang lainnya  yang diungkap dalam Mukzizat Gerakan Shalat ( dr.Sagiran, M.Kes ) yaitu :
  1. Shalat sebagai cara istirahat sekaligus exercise tubuh.
Shalat yang diawali dengan wudhu, memberi efek kesegaran moisturaising bagi kulit dan selaput lendir. Setelah dimulai dengan takbiratul ikhram dan konsentrasi yang penuh, tubuh akan merasakan rileks. Karena dalam hal pikiran, lisan, dan fisik, benar-benar terkoordinasi sedemikian rupa sehingga sebagai exercise yang menyeluruh. Apalagi jika dilakukan dengan kekhusyukan.
  1. Mengatasi depresi dan putus asa
Hidup manusia tidak terlepas dari berbagai bentuk permasalahan. Ketika permasalahan yang dihadapi telah mencapai klimaks dan manusia merasa kurang atau bahkan depresi yang berujung dengan putus asa yang tidak berkesudahan, dengan shalat, manusia akan merasakan ketenangan batin yang menenangkan, manusia diperintahkan untuk berdo’a memohon pertolongan kepada Allah. Dalam Qur’an surat Al Baqarah ayat 153, Allah berfirman :
“ Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan  ( kepada Allah )dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar “.
Hikmah lain dari shalat menurut Hilmi Al Khuli yakni :
  1. Memperkuat semua otot-otot tubuh dan persendian dengan gerakan ruku’ dan sujud
  2. Memperkuat otot-otot tulang punggung dan mencegah terjadinya pembengkokan
  3. Menghilangkan sesuatu yang menumpuk pada dinding lambung dari bahan minyak dan lemak.
  4. Mencegah penyakit varises karena :
a.        gerakan-gerakan shalat yang khas dan istemewa mampu memperkecil tekanan pada dinding-dinding yang lemah bagi urat-urat kaki bagain luar.
b.        Mengaktifkan kerja pemompaan urat-urat bagian samping sehingga meringankan tekanan urat-urat bagain luar.
c.         Memperkuat dinding-dinding urat yang lemah melalui peningkatan kemampuan zat-zat makanan pembangun tubuh dalam kaitannya dengan pembentukan organ-organ seluruh tubuh oleh zat-zat makanan.
  1. Shalat sebagai sarana mendapat keberuntungan
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya ( Al Mu’minun 1-2 ).
Pengertian keberuntungan dapat diartikan segala sesuatu yang diinginkan manusia ( contoh : kebugaran, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan ).
  1. Penjelasan di atas sekaligus menjelaskan mengenai hikmah shalat yang memberikan ketentraman jiwa dan hati karena shalat terdapat bacaan tasbih yang dapat digunakan sebagai penyelamat dan pengaman, ketika menghadapi kesulitan. QS.AS Shafaat ayat 139 mengisahkan mengenai kisah Nabi Yunus A.S yang hendak di lemparkan ke laut lepas.
  2. Shalat adalah pencegah dari perbuatan keji dan munkar ( QS. Al “Ankabut 45 ).
  3. Shalat sebagai ukuran kebersamaan.
Shalat menghapuskan perbedaan yang ada ( contohnya : ras, suku bangsa, negara, kaya, miskin, tua, muda ) karena tidak ada istilah pengelompokan dalam shalat, semua berada dalam satu shaff ( barisan ) yang sama.
  1. Shalat juga mengusir rasa sepi.
Pembiasaan shalat berjamaah di masjid, menjadikan individu tersebut mempunyai kesempatan untuk berinterakasi dengan orang lain sehingga hilanglah rasa sepi yang dideritanya.
  1. Shalat mencegah perasaan takut dan berkeluh kesah.
Dua sifat dominan yang tidak luput dari setiap manusia adalah perasaan takut dan berkeluh kesah saat menghadapi ujian atau cobaan, sebagaimana Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Ma’arij 19-23.