Selasa, 04 Januari 2011

Wawancara KUA


Wawancara dengan ketua KUA daerah B Bapak Y ( tidak bersedia dicantumkan nama daerah dan nama asli )
Pewawancara          : P
Kepala KUA              : Y
P      : Assalamu’alaikum, perkenalkan bapak, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah bapak bersedia meluangkanwaktu sejenak ?
Y      : Baiklah, tapi saya minta nama saya diberi inisial saja.
P      :  Jika memang bapak menginkan hal tersebut, kalau begitu nanti saya akan menuliskan inisial bapak saja. Langsung ke pertayaan pertama pak, menurut bapak, apakah UU RI No.1 tahun 1974 tentang perkawinan terdapat pertentangan dengan hukum Islam ?
Y      : Tidak ada kontrofersi, apabila ada kontrofersi tentu tidak dibuat perundang-undangannya. Kan Undang-undang dalam proses pembuatannya tidak diputuskan oleh sembarang orang, dan mereka pastilah orang-orang yang lebih memahami hukum Islam.
P      : Bagaimana menurut bapak mengenai peristiwa Syeh Puji ?
Y      : Dia melanggar Undang-undang.
P      : Mengapa bapak mengatakan demikian ?
Y      : Menikahi seorang gadis yang belum berusia pantas menikah, yaitu usia 16 tahun yang disarankan oleh undang-undang negara.
P      : Hanya itu saja ?
Y      : Tidak, dia juga tidak mencatatkan pernikahannya di KUA, berarti melakukan pernikahan siri.
P      : Berkaitan dengan Undang-undang, apakah pernikahan tersebut sah ?
Y      : Tentu tidak.. dan bisa dibatalkan oleh KUA setempat.
P      : Mengapa bisa dibatalkan ?
Y      : Nah.. kan sudah tercantum dalam pasal 2 a 1 yang mengatakan bahwa pernikahan harus dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan harus dicatat menurut UU yang berlaku, jadinya ya.. hal yang bertentangan dengan undang-undang, makanya bisa dibatalkan. Apalagi tidak ada petugas yang mencatat, maksud saya petugas KUA, meskipun katanya disaksikan oleh orang banyak.
P      : Maaf sebelumnya Pak setahu saya dalam hukum Islam nikah siri itu tetap sah, bagaimana menurut bapak sendiri ?
Y      : Wah.. kalau itu saya kurang tahu, tanya lainnya saja...
P      : Tadi bapak juga mengatakan bahwa usia pantas menikah bagi wanita adalah 16 tahun minimal, lalu bagi pria bagaimana ?
Y      : 19 tahun.
P      : Apakah itu suatu keharusan ? bagaimana pertimbangan yang diambil sehingga diputuskan usia 16 tahun wanita dan 19 tahun pria ?
Y      : Ya harus. Pertimbangannya kan mudah aja. Kalau laki-laki usia segitu diharapkan sudah layak mencari pekerjaan, apapun jenis pekerjaan yang bisa menerimanya, lagipula wajib belajar kan 9 tahun sudah terlewati, begitu juga bagi si wanita.
P      : Nah.. misalnya belum bekerja ataupun belum selesai jenjang pendidikan, berarti belum bisa menikah ya Pak ?
Y      : Asalkan sudah 16 tahun dan 19 tahun.
P      : Seingat saya tadi bapak menjelaskan alasan angka 16 dan 19 diambil berkaitan dengan jenjang pendidikan ?
Y      : O.. itu kan hanya alasan yang saya kira-kira saja, mungkin seperti itu, tapi dalam undang-undang jenjang pendidikan dan pekerjaan tidak  menjadi pertimbangan sah tidaknya menikah. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai alasan angka 16 dan 19 dipilih.
P      :  Bagaimana menurut undang-undang mengenai usia baligh ?
Y      : Ya seperti saya sebutkan tadi, usia 16 dan 19 tahun.
P      : Dalam hukum Islam seorang dikatakan baligh apabila terdapat tanda-tanda fisik apakah hal tersebut tidak dibahas dalam undang-undang pernikahan ?
Y      : Saya kurang tahu..yang penting usianya saja jadi patokan.Saya juga tidak hafal seluruh isi Undang-undang.
P      : Ada berapa Bab dan pasal dalam Undang-undang ini ?
Y      : Setahu saya ada 16 Bab dan 67 Pasal.
P      : Bolehkah sekiranya saya meminjam sebentar buku undang-undang tersebut ?
Y      : Di buku ini tulisannya kecil-kecil, lebih baik nanti kalian saya kasih print outnya saja lebih jelas.
P      : Terimakasih Pak, maaf merepotkan. Kembali ke pertanyaan selanjutnya, apabila ada yang menikah di bawah usia tersebut karena suatu hal, apakah pernikahannya tetap dapat dilaksanakan ?
Y      : O... itu ada pengecualian, maksud mbak sudah SIP kan ?
P      : SIP ?
Y      : Sudah Isi Perutnya.. ( Hahahaha ) ya itu harus ijin melalui pengadilan.
P      : Berarti langsung bisa dinikahkan ? Dalam kondisi mengandung ?
Y      : Ya asalkan belum keluar bayinya...
P      : Tidak menunggu hingga bayinya dilahirkan ?
Y      : La kalo bayinya sudah lahir dahulu justru pernikahannya tidak sah. Anak dianggap tidak mempunyai bapak, meskipun si lelaki bersedia bertanggungjawab menikahinya.
P      :  Bagaimana menurut undang-undang mengenai poligami ?
Y      : Pastinya sama dengan hukum Islam, boleh melakukan poligami, dengan berbagai syarat. Maaf sekali, saya potong waktunya, saya masih ada urusan lain.
P      :  Baiklah Pak, terimakasih sekali atas batuannya. Wassalamu’alaikum



Sebelum bertemu dengan bapak kepala KUA, wawancara dilakukan kepada ibu Murni bagian pendaftaran KUA daerah B
Pewawancara          :  P
Ibu Murni                   :  M
P         : Assalamu’alaikum, perkenalkan ibu, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah bapak bersedia meluangkan waktu sejenak ?
M      : Saya kurang tahu mengenai isi undang-undang tersebut, tanyakan kepada bapak ketua KUA atau penghulu saja ya..ditunggu saja, tadi barusan ngijabin orang, sudah berangkat dari tadi, sebentar lagi juga kembali ke kantor.
P      : Begini bu, dalam tugas yang diberikan dosen saya, selain kepala KUA juga diminta untuk bertanya kepada staff KUA, bagaimana, ibu bersedia saya wawancarai ?
M      : O.. gitu, tapi setahu saya saja ya, saya gak disuruh menyebutkan isi pasalnya satu-persatu kan ? Memangnya tugas mata kuliah apa mbak?
P      : Tidak kog bu.. saya hanya ingin tahu sedikit saja, tugas mata kuliah Studi Islam 3.
M      : La dosennya siapa tho ?
P      : Bu Misma Kasim. Langsung saya bertanya ya bu ? Maaf nama ibu siapa ya ?
M      : Ya silahkan saja. Saya Murni.
P      : Setahu ibu isi undang-undang tersebut mengatur apa saja dalam pernikahan, tanpa pasal dan isi detailnya juga tidak apa-apa ?
M      : Apa ya.. takut salah mbak.. mungkin tentang yang sering kita urusin.. misalnya syarat nikah gitu.
P      : Syaratnya setahu ibu apa ?
M      : Yang laki-laki 19 tahun dan perempuannya 16 tahun.
P      : Apakah ibu mengetahui syarat menikah yang sesuai dengan Islam ?
M      : Kalo itu saya rasa sama kog dengan yang tercantum di undang-undang.
P      : Jadi menurut ibu, usia 16 dan 19 tahun sudah baligh ?
M      : Iya tho mbak.. kan sudah dewasa.
P      : Apakah baligh dalam hukum Islam maksudnya usia 16 dan 19 tahun ?
M      : Wa.. lah saya kan bukan ahli agama, setahu saya sih gitu.
P      : Bagaimana undang-undang mengatur tentang poligami ?
M      : Ya sama dengan hukum Islam, cuman kalo pegawai negri kalo gak salah sih dibatasin gak sampai 4 gitu, tapi saya juga kurangtahu pasti lho mbak, belum ada yang poligami daftar di daerah sini.
P      : Bagaimana jika menikah belum mencapai usia tersebut ?
M      : Harus ada surat ijin nikah dari orang tua mbak.. tapi kalo kebobolan ( sudah hamil terlebih dulu-red ) ya lewat pengadilan dulu.
P      : Apakah pernikahan dilangsungkan dalam kondisi si wanita tengah mengandung ?
M      : Biasanya sih gitu mbak, malahan ada yang setelah ijab selesai langsung melahirkan.
P      : Tetap sah bu ?
M      : Ya sah no mbak, kan dinikahkan di sini, di hadapan petugas KUA dan langsung dicatat.. kalau setelah melahirkan, malah berarti gak sah.
P      : Mengapa gak sah ?
M      : Nah kan biasanya gitu, saya gak tahu-menahu sih mbak, kaitannya dengan undang-undang, lah pak penghulu yang nikahkan disaksikan kepala KUA sudah bilang sah.
P      : Bagaimana jika menunggu hingga melahirkan ?
M      : Justru kalo gak segera dinikahkan, kalo anak yang lahir perempuan, di akta kelahirannya tidak dicantumkan nama ayah, walaupun si ibu nikah lagi, dan anak ini gak punya wali nikah.
P      : Lalu mengenai Syeh Puji itu bagaimana menurut ibu ?
M      : Itu jelas gak sah kan mbak, dilihat dari usia saja sudah tidak sependapat.
P      : Bagaimana dengan nikah sirrinya ?
M      : Menurut saya ini mbak.. nikah sirri itu gak didaftarkan di KUA, sehingga tidak ada saksi hukum negaranya, ya gak sah otomatis.
P      : Secara tidak langsung ibu mengatakan nikah sirri tidak sah menurut undang-undang ?
M      : Tadi kan saya katakan, saya gak tahu hukum undang-undangnya.. kan setahu saya saja mbak..
P      : Oya.. maaf bu.. Selain hal tersebut apa yang ibu ketahui ?
M      : Saya rasa semua staff di sini hanya tahu itu aja mbak.. percuma juga mbak tanya satu-persatu, ya kan Pak ? ( menanyakan pada staff yang duduk di sebelah beliau- bapak tersebut mengiyakan, bahkan mempersilahkan menanyakan langsung kepada bapak penghulu saja- red pen ).
P      : Baiklah bu, saya rasa cukup sekian, terimakasih atas bantuannya, maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf.

Wawancara kepada orang yang berkepentingan dengan KUA ( menggunakan inisial nama untuk menjaga kerahasiaan.
1. Pewawancara      :  P
    Sdri                         :  D
P         : Assalamu’alaikum, perkenalkan ibu, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah mbak bersedia meluangkan waktu sejenak ?
S      : Maaf saya kurang tahu mengenai undang-undang itu, tanya yang lain saja..

2. Pewawancara      :  P
    Sdri                         :  E
P         : Assalamu’alaikum, perkenalkan ibu, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah mas bersedia meluangkan waktu sejenak ?
E      : Wa’alaikumsalam Ya, tapi saya gak tau apa-apa lho..
P      : Setahu mbak saja, bagaimana ?
E      : Ya sudah, tanya apa ? asal jangan isi undang-undang, saya jelas gak tau..
P      : Mbak menurut mbak syarat pernikahan itu apa saja ?
E      : Ini menurut saya dan setahu saya aja, syaratnya mampu jasmani rohani, trus apa lagi ya, udah usianya  nikah kalik, oya seagama  juga.
P      : Cuman itu saja ?
E      : Setahu saya tho ? ya itu aja
P      : Lalu kalau pernikahan syeh Puji bagaimana ?
E      : Ya suka-suka mereka, gak ada paksaan tho ? lagi pula itu masuk wilayah ’private pernikahan’hehe jadi gak ikut-ikutlah menjudge, misalnya ikut campur masalah orang lain .
P      : Sah tidak dalam hukum Islam menurut mas ?
E      : Ya.. gimana ya.. kontrofersial banget sih.. bagi saya sih sah aja, kan katanya nikahnya diumumkan. Sudah ya.. saya masih ada urusan..
P      : Trimakasih mbak.

3. Pewawancara      :  P
    Sdri                         :  A

P         : Assalamu’alaikum, perkenalkan ibu, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah mbak bersedia meluangkan waktu sejenak ?
A      : Tapi aku gak tahu isi undang-undang itu. Mau tanya apa ? kalo aku bisa jawab, aku jawab
P      : Menurut mbak nikah siri itu bagaimana ?
A      : Sah menurut agama dan tidak sah menurut undang-undang.
P      : Mengapa demikian menurut mbak.
A      : Simpel.. karena yang dinikahi di bawah umur. Itu aja ya..
P      : Terimakasih banyak mbak..

4. Pewawancara      :  P
    Sdri                         :  S
P         : Assalamu’alaikum, perkenalkan ibu, saya Philosofia, dari Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Psikologi, saya di sini ingin menanyakan sedikit mengenai Undang-undang No. 1 tentang pernikahan. Apakah mbak bersedia meluangkan waktu sejenak ?
S      : Oke.. tanya apa ?
P      : Menurut mbak, nikah sirri itu sah atau tidak ? misalnya saja pernikahan syeh Puji
S      : Menurut agama pernikahan itu sah karena sudah memenuhi syariat agama, mengenai umur istrinya, banyak wanita-wanita jaman dulu yang nikah dini. Namun dalam segi keabsahan untuk reproduksi, istri belum cukup umur, Jadi jika dilihat dari tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk mengikatkannya hubungan dua manusiadalam ikatan halal, pernikahan mereka sah. Namun sebaiknya keinginan atau tujuan mempunyai keturunan ditunda dulu.
P      : Berarti tetap sah menurut agama ya mbak ?
S      : Iya, tapi saya dengar menurut undang-undang gak sah.
P      : terimakasih mbak.

Kesimpulan :
               Setelah mengadakan wawancara dengan berbagai pihak, disimpulkan bahwa dalam perundang-undangan dikatakan bahwa batas usia boleh menikah adalah 16 tahun putri dan 19 tahun putra, padahal pengertian baligh dalam hukum Islam tidak menggunakan patokan usia. Pernikahan sirri di dalam undang-undang dikatakan tidak sah karena tidak terdaftar dalam catatan pernikahan Negara, sedangkan dalam Islam, nikah sirri tetap sah.














0 komentar: