Rabu, 29 Desember 2010

GENERASI QUR’ANI SEJAK DINI

Pendidikan generasi penerus muslim di masa mendatang hendaknya selalu berdasarkan Al Qur’an untuk menjaga diri dari perkembangan zaman yang penuh dengan kemungkaran, karena Al Qur’an merupakan pedoman jalan lurus dan tak mengandung suatu kebatilan apapun. Oleh karena kualitas pendidikan yang diberikan sejak dini akan menjadi aset yang sangat berharga di masa mendatang. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qur’an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar menghafal Al Qur’an atau sebagian darinya dengan diberi dorongan melalui berbagai cara.
"Barang siapa membaca Al-Quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada kedua orang tuanya sebuah mahkota yang cahaya nya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Pendidikan sejak dini dilakukan sejak periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) yang merupakan periode amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa, karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini (Muhammad, 2009) .
Selama dua tahun pertama anak mengalami ledakan terbesar dalam hal perkembangan otak dan hubungan antar sel (koneksi). Lalu setahun kemudian otak mempunyai lebih dari 300 trilyun koneksi, suatu kondisi yang susah terjadi pada usia dewasa, terlebih usia lanjut. Para pakar perkembangan anak menyebut usia balita sebagai golden age bagi perkembangan inteligensia anak. Sebagaimana hasil penelitian Dr. Nurhayati dari Malaysia yang mengemukakan tentang pengaruh bacaan Al-Qur’an dapat meningkatkan IQ bayi yang baru lahir dalam sebuah Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam sekitar tujuh tahun yang lalu. Dikatakannya, bayi yang berusia 48 jam saja akan langsung memperlihatkan reaksi wajah ceria dan sikap yang lebih tenang (Nurhayati, 2009)
Penelitian tersebut diperkuat oleh pendapat Ainain (Ainain, 2004) bahwa menghafal Al-Qur'an pada tahapan pertama pendidikan dapat membantu penguatan daya ingat dan akalnya. Saat lahir, bayi punya 100 miliar sel otak yang belum tersambung. Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 triliun koneksi (sambungan antarsel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan cara mengulang-ulang, memperdengarkan bacaan Al Qur' an. Pada usia 6 tahun, koneksi yang terus diulang (mengalami pengulangan - pengulangan) akan menjadi permanen. Sedangkan koneksi yang tidak digunakan akan dipangkas alias dibuang. Oleh karenanya, usia sebelum 6 tahun adalah saat yang tepat untuk mengoptimalkan daya serap otak anak agar tidak terpangkas percuma. Pengajar bisa menggunakan strategi pengajaran, dengan mengoptimalkan delapan kecerdasan yang potensial untuk dikembangkan pada anak (multiple intelegence), yaitu linguistik, di mana potensi kecerdasan anak dikembangkan dengan memberikan bimbingan menghafal Alquran melalui mendengar, menulis. Matematis-logis, mengklasifikasikan ayat dan permainan angka. Spasial visual, visualisasi surat dengan kisah & VCD.
Otak yang belum matang rentan terhadap trauma, baik terhadap ucapan yang keras maupun tindakan yang menyakitkan. Susunan otak terbentuk dari pengalaman. Jika pengalaman anak takut dan stress, maka respons otak terhadap dua hal itulah yang akan menjadi arsitek otak sehingga dapat merubah struktur fisik otak. Itulah mengapa kita harus menghindarkan diri dari memarahi anak atau memukulnya. Jika anak kita melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang tidak sopan, sebaiknyalah kita mulai mengajarkannya mana yang betul dan sopan santun dengan cara yang arif serta penuh kesabaran. Sebagaimana Rasulullah saw bersikap sangat penuh kasih sayang terhadap anak-anak.
Otak terdiri dari dua belahan yaitu kanan dan kiri yang memiliki fungsi yang berbeda namun saling mendukung. Pekerjaan otak kiri berhubungan dengan fungsi verbal, temporal, logis, analitis, rasional serta kegiatan berpola. Pekerjaan otak kanan berhubungan dengan fungsi kreatif dan kemampuan bekerja dengan gambaran (visual) dan berfikir intuitif, abstrak dan non-verbal serta kemampuan taktil/motorik halus pada tangan, termasuk pembentukan akhlak dan moral. Sistem pendidikan kita maupun ilmu pengetahuan pada umumnya cenderung kurang memperhatikan kepandaian yang tak terucapkan. Jadi, masyarakat modern cenderung menganaktirikan belahan otak kanan.
Menurut Bob Eberle, seorang ahli pendidikan, "prestasi pikiran manusia memerlukan kerja yang terpadu antara belahan kiri dan otak kanan". Kalau tujuan kita adalah mengembangkan pribadi yang sehat dan jika kita ingin menumbuhkan kreativitas secara penuh, maka diperlukan pengajaran untuk menuju keseimbangan antara fungsi kedua belahan otak itu.
Perkembangan bayi menjadi seorang anak, tentu tidak cukup bila hanya dengan memperdengarkan bacaan Al Qur’an saja. Dunia selanjutnya bagi anak-anak adalah dunia bermain sebagai stimulasi lanjutan pengembangan kecerdasan anak. Anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar (learn) kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang.
Para ahli mendefinisikan bermain sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenangkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain.
Sekalipun dunia bermain adalah dunia anak-anak, tapi anak membutuhkan peran pendidik untuk dapat berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Anak tidak hanya merasa senang dan bahagia ketika melakukan permainan, tapi dengan bimbingan yang tepat dari pendidik, potensi diri anak juga dapat berkembang, anak dapat menjadi pintar lewat sarana permainan. Permainan anak yang dibutuhkan untuk menunjang potensi kecerdasan kinestetik, yaitu kegiatan bergerak (olah raga) yang menunjang menghafal Al Qur’an.
Pendidik dituntuntut untuk dapat berperan sebagai pendidik profesional dengan tetap memperhatikan kebutuhan fisik anak dan psikologis anak. Kebutuhan fisik anak, meliputi perlindungan dan perawatan, makanan, kehangatan dan pakaian, udara segar dan matahari, aktivitas dan istirahat, pencegahan terhadap penyakit dan kecelakaan. Sedangkan kebutuhan psikologis anak, meliputi enghargaan, dicintai dan mendapat asuhan, rasa aman, rasa tanggungjawab dan melayani orang lain, disiplin, kesempatan belajar, kesempatan berusaha dan meraih sukses, serta kesempatan untuk mandiri.
Selain itu, di beberapa ayat Al Qur’an sesuai dengan kajian Rafi’udin (2006) yang menjabarkan kaidah pendidikan anak dalam adab Islam meliputi mengajarkan kepada anak agar berbicara dengan lemah lembut, tidak mengeraskan suara atau membuat keributan (QS.Luqman 18-19),  bila bertemu mengucapkan salam, dan tidak memasuki rumah oranglain sebelum mendapat izin (QS.An Nur 27-28), mengucapkan insyaAllah ketika berjanji (QS. Al Kahfi 24), menyantuni fakir miskin (Al Baqarah 188), tidak boros atau berlebihan dalam hal makan dan minum (Al A’raf 31), gemar berdzikir (Ar Ra’du 28). Tentu bagi anak usia dini diterapkan metode yang berbeda bila dibandingkan dengan pengajaran bagi anak usia sekolah, hal ini mengingat bahwa pola pikir seorang anak usia 0-3 tahun masih bersifat kongkrit, yaitu pemahaman yang sesuai dengan apa yang dilihatnya. Oleh karena itulah penanaman adab Islam dapat dilakukan dengan pemberian pemahaman melalui teladan yang sesuai. Untuk itulah para pendidik perlu menerapkan konsistensi dalam perbuatan sehari-hari dalam lingkungan pendidikan anak.
Penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya pendidikan anak usia dini karena akan menentukan kecerdasan anak pada masa mendatang, yang tentunya memberikan pengaruh masa depan bagi generasi muslim. Pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh para pendidik adalah dengan mendekatkan anak sedini mungkin dengan pedoman hidup ummat Islam, yaitu berpegang teguh pada Al Qur’an. Anak mulai diperdengarkan bacaan-bacaan Qur’an di awal perkembangannya sebagai pengenalan pertama sekaligus sebagai stimulus yang mengubah sistim kerja otak. Setelah usia anak bertambah, metode yang diberikan diselingi dengan permainan-permainan yang menunjang anak untuk semakin dekat dengan Al Qur’an. Akan tetapi, tetap membutuhkan perhatian khusus bagi pendidik untuk mengetahui kebutuhan dasar anak yaitu kebutuhan fisik dan psikologis anak. Hal ini dibutuhkan untuk dapat memahami dan menyikapi dengan benar kondisi anak. Tidak hanya itu, pendidik dituntut untuk dapat memberikan teladan adab-adab Islami yang telah dijabarkan di Al Qur’an agar anak dapat mencontoh dengan benar.

Referensi
Ainain. 2004. Mengembangkan Kecerdasan Anak
Hanis.2006.Quranic Quotient.Yogyakarta: Progresif book.
Muhammad Yusuf. 2009. Pendidikan Anak Dalam Islam. http://www.alsofwah.or.id
Rafi’udin,2009.Peran Bunda Dalam Mendidik Buah Hati.Bandung: Media Istiqomah
Soekresno Emmy, S.Pd. 2000. disampaikan pada SEMINAR HARI ANAK NASIONAL
Jumat 28 Juli 2000, Jakarta Pusat.
________.2009. http://www.practicalparent.org.uk/page5.html

0 komentar: