Rabu, 29 Desember 2010

Psikologi Klinis

PRAKATA DARI PIHAK RSJ.GRHASIA


  1. SEJARAH BERDIRINYA RSJ.GRHASIA
Rumah sakit jiwa Grhasia Berdiri tahun 1938, sekitar 70 tahun yang lalu. Pertama kali belum dijadikan sebagai rumah sakit jiwa seperti sekarang, dan belum dinamakan Grhasia, namun hanya berupa rumah tempat penampungan orang-orang yang menderita gangguan jiwa. Selain di Yogyakarta, tempat penampungan penderita gangguan jiwa juga didirikan di daerah-daerah yang mayoritas berhawa dingin. Disebabkan di setiap penampungan masih menggunakan sistem terapi tradisional yang hanya berupa Hydroterapy ( penderita di guyur air dari kepala hingga ke seluruh tubuh, dan suasana dingin sengaja digunakan sebagai ’pendingin’ jiwa alami ).
Pertengahan tahun 1960, tempat penampungan penderita gangguan jiwa dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Lali Jiwa ( dalam bahasa Jawa- apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Sakit Orang yang Lupa akan Jiwanya ). Konotasi yang negatif tersebut memberikan inisiatif Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menggantinya pada tahun 1992. Rumah sakit ini pernah mengikuti perlombaan se-Asia. Maka dari itu dinamakan GRH Asia ( GRH- Graha Tumbuh Kembang Laras Jiwa ) yang disingkat menjadi GRHASIA.

B.PELAYANAN DI RSJ.GRHASIA
Selain menangani penderita gangguan jiwa, RSJ Grhasia juga mendirikan pelayana-pelayanan lain, yaitu penyakit dalam, saraf, kulit, sebagai penunjang kesembuhan pasien. Seperti telah diketahui bersama, seorang penderita gangguan jiwa akan kehilangan kemampuan motoriknya, sehingga sekedar menjaga kebersihan diripun mereka memerlukan bantuan. Tak jarang berbagai penyakit kulit diderita pula oleh penderita. Sedangkan layanan lain meliputi :
1.      Instalasi Rawat Jalan
Berfungsi sebagai Poliklinik.
2.      Instalasi Rawat Inap
3.      Instalasi Rawat Intensif
4.      Rehabilitasi Mental
5.      Kagawat Darurat
6.      Rehab Medik Penyalahgunaan NAPZA
7.      Poli Tumbuh Kembang Anak
8.      Klinik Psikologi
9.      Laboratorium Klinik sebagai penunjang
Pasien di RSJ Grhasia juga diberikan Ocupational Therapy. Diharapkan pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat setelah sembuh dari gangguannya dengan kemampuan bekerja yang dimilikinya. Sebagian pasien yang sekiranya sudah sedikit normal, diajarkan membuat telur asin ( bagi pasien wanita ) dan membuat kerajian kayu dan membuat batu bata ( bagi pasien pria ) tentunya tetap dengan pengawasan yang ketat.
Telur asin tergolong mudah dilakukan penderita ( hanya dengan membungkus telur bebek dengan adonan batu bata yang telah ditumbuk halus dan dicampur garam ). Sekiranya jika terjadi kesalahan, resiko yang ditimbulkan hanya kemungkinan telur yang terasa lebih asin. Bukan roti yang kebanyakan mencampurkan berbagai bumbu yang disesuaikan dengan kadar takaran yang berbeda.

C. Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa
Pada beberapa jenis gangguan jiwa ( misalnya gangguan mental organik ) terdapat berbagai tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa gangguan lainnya ( seperti gangguan cemas ) hanya terdapat tanda dan gejala yang sangayt terbatas. Atas dasar ini, dilakukan suatu penyusunan urutan blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu gangguan yang terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin memiliki ciri-ciri dari gangguan yang terletak dari hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapatnya hubungan hierarki ini memungkinkan untuk penyajian diagnosis banding dari berbagai jenis gejala utama.
Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III :
I. Gangguan Mental Organik dan Simptomatik ( F00-F09 )
   Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif  ( F10-F19 )
   Ciri khas : etiologi organik / fisik jelas, primer / sekunder
           II. Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham ( F20-F29 )
   Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organic tidak jelas
           III. Gangguan Suasana Perasaan ( Mood / Afektif ) ( F30-F39 )
                 Ciri khas : gangguan afek ( psikotik non psikotik )
           IV. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan Gangguan Stress ( F40-F48 )
                 Ciri khas : gejala non psikotik, gejala non organik
V. Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologisa dan faktor                              
                 fisik ( F50-F59 )
                 Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organik
           VI. Gangguan Kepribadian dan Gangguan Masa Dewasa ( F60-F69 )
                 Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non organik
          VII. Retardasi Mental ( F70-F79 )
                 Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak.
        VIII. Gangguan Perkembangan Psikologis ( F80-F89 )
                 Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.
           IX. Gejala Perilaku dan Emosional dengan Onset Masa Kanak dan Remaja
                 ( F90-F98 )
                 Ciri khas : gejala perilaku / emosional, onset masa kanak
            X. Kondisi Lain yang menjadi fokus perhatian klinis ( Kode Z )
                 Ciri khas : tidak tergolong gangguan jiwa

  1. Diagnosis Multiaksial
Aksis I       :  1.   Gangguan klinis
                     2.   Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis
Aksis II     :  1.   Gangguan Kepribadian
2.      Retardasi Mental
      Aksis III    :  Kondisi Medik Umum
      Aksis IV    :  Masalah Psikososial dan Lingkungan
      Aksis V     :  Penilaian Fungsi Secara Global

Catatan :
1.      Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologi atau patogenesis
2.      Hubungan antara ’Aksis I-II-III dan Aksis IV’ dapat timbal balik saling mempengaruhi.
Tujuan dari Diagnosis Multiaksial :
  1. Mencakup informasi yang komperhensif ( Gangguan Jiwa, Kondisi Medik     Umum, Masalah Psikososial, dan Lingkungan, Taraf Fungsi Secara Global ) sehingga dapat membantu dalam :
    1. Perencanaan terapi
    2. Meramalkan ‘outcome’ atau prognosis
  2. Format yang mudah dan sistemati, sehingga dapat membantu dalam :
    1. menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
    2. menangkap kompleksitas situasi klinis
    3. menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama
  3. Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan, dan penelitian

AKSIS I
F00-F09    :  Gangguan Mental Organik ( +Simtomatik )
F10-F19    :  Gangguan Mental dan Perilaku – Zat Psikoaktif
F20-F29    :  Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham
F30-F39    :  Gangguan Suasana Perasaan ( Mood / Afektif )
F40-F48    :  Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan Gangguan Stress
F50-F59    :  Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologis dan       
                     faktor fisik
F62-F68    :  Perubahan Kepribadian – non Organik, Gangguan Impuls, Seks
F80-F89    :  Gangguan Perkembangan Psikologis
F90-F98    :  Gejala Perilaku dan Emosional dengan Onset Masa Kanak dan Remaja
F99            :  Gangguan Jiwa YTT ( Yang Tidak Tergolongkan )
Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
Z 03.2        :  Tidak ada diagnosis Aksis I
R.69          :  Diagnosis Aksis I tertunda
AKSIS II
F60            :  Gangguan Kepribadian Khas
F60.0         :  Gangguan kepribadian paranoid
      F60.1         :  Gangguan kepribadian skizoid
F60.2         :  Gangguan kepribadian dissosial
F60.3         :  Gangguan kepribadian emosional tidak stabil
F60.4         :  Gangguan kepribadian histrionik
F60.5         :  Gangguan kepribadian anankastik
F60.6         :  Gangguan kepribadian cemas ( menghindar )
F60.7         :  Gangguan kepribadian dependen
F60.8         :  Gangguan kepribadian khas lainnya
F60.9         :  Gangguan kepribadian YTT
F61.0         :  Gangguan Kepribadian Campuran dan Lainnya
F61.1         :  Gangguan kepribadian campuran
F61.2         :  Perubahan kepribdaian yang bermasalah

Gambaran Kepribadian Maladiktif
Mekanisme Defensi Maladiktif
F70-F79    :  Retardasi Mental
Z 03.2        :  Tidak ada diagnosis Aksis II
R 46.8                   :  Diagnosis Aksis II tertunda

AKSIS III
Bab I        A00-B99    Penyakit infeksi dan parasit tertentu
Bab II       C00-D48    Neoplasma
Bab IV     E00-G90    Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik
Bab VI     G00-G99    Penyakit susunan sarf
Bab VII    H00-H59    Penyakit mata dan adneksa
Bab VIII  H60-H95    Penyakit telinga dan proses mastoid
Bab IX     I00-I99       Penyakit system sirkulasi
Bab X       J00-J99       Penyakit system pernapasan
Bab XI     K00-K93    Penyakit system pencernaan
Bab XII    L00-L99     Penyakit kulit dan jaringan subkutan
Bab XIII  M00-M99   Penyakit system musculoskeletal dan jaringan ikat
Bab XIV  N00-N99    Penyakit system genitourinaria
Bab XV    O00-O99    Kehamilan, Kelahiran anak dan masa nifas
Bab XVII Q00-Q99    Malformasi congenital, deformasi
Bab XVIII R00-R99  Gejala, tanda dan temuan klinis lab
Bab XIX  S00-S98    Cidera, keracunan dan akibat kausa ekst
Bab XX    V01-Y98   Kausa eksternal dari morb dan mortalitas
Bab XXI    Z00-Z99   faktor, status kes. Dan pelayanan kes.

     AKSIS IV
Masalah dengan ‘primary support group’ ( keluarga )
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah pendidikan
Masalah pekerjaan
Masalah perumahan
Masalah ekonomi
Masalah akses ke pelayanan kesehatan
Masalah berkaitan dengan hokum / kriminal
Masalah psikososial dan lingkungan lain
   
      AKSIS V
Global assesment of functioning ( GAF ) Scale
100-91            :  gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak       
                    tertanggulangi
90-81        :  gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian   
                    yang biasa
80-71        :  gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social, pekerjaan,
                    sekolah dan lain-lain
70-61                :  beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
   umum masih baik
60-51                :  gejala sedang ( moderate ), disability sedang
50-41                :  gejala berat ( serious ), disability berat
40-31                :  beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,   
                    disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21        :  disability berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi
                    hampir semua bidang
20-11                :  bahaya menciderai diri / orang lain, disabilitas sangat berat dalam
                    komunikasi dan mengurus diri
10-01                :  seperti di atas, persisten dan lebih serius
     0          :  informasi tidak adekuat






























HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

           
            Mahasiswa Psikologi Universitas Ahmad Dahlan yang mengikuti acara ini sebagai tugas mata kuliah Psikologi Klinis dibagi menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang. Pemilihan bangsal dan pasien diberikan secara acak. Laporan yang terlampir merupakan data yang diperoleh murni dari pengakuan pasien.

            Nama                                       :   Umi
    ( tidak dapat menyebutkan nama lengkapnya )
            Tempat / Tanggal lahir            :  - ( tidak ingat )
            Usia                                         :   30 tahun
            Status                                      :   menikah ( Putra 1 orang )   
Pendidikan terahir                   :   SLB
Alamat                                    :   Sleman ( di sekitar kebun salak dan dekat pohon   
                                                    salak )
Pekerjaan sebelumnya             :   Pencari dan penjual kayu
Makanan favorit                      :   Tahu-tempe
Buah Favorit                           :   Sawo
Kegemaran di rumah               :   Memasak ( sayuran ), menggoreng tahu-tempe
Kegemaran di RSJ                  :   Menyiram bunga    
Kronologis masuk RSJ            :   - ( tidak tahu )
Keinginan                                :   Pulang ( merasa sudah sembuh dan merindukan
                                                    Keluarga )

Kondisi pasien memprihatinkan. Tubuh hitam, kurus, gigi ( maaf ) tonggos berwarna kuning, rambut sedikit beruban, nampaknya pernah terkena penyakit kulit, karena di tiap jari tangan, maupun kaki berbekas ’ketidaksempurnaan’.
Pasien cenderung introvert, pendiam, apabila tidak ditanya hanya memandang dengan pandangn mata yang kosong, tidak bermakna, dan menjawab dengan suara yang sangat pelan, hingga lawan bicara harus mendekatkan telinga ke sebelah mulutnya.
 Bahasa Indonesia yang dipahami sangat terbatas. Pertanyaan baru dapat dimengerti setelah dialih bahasakan menjadi ke bahasa Jawa halus- Kromo Inggil. Begitupula bahasa yang digunakan untuk menjawab, mayoritas menggunakan bahasa Jawa ngoko. Meski terkadang ketika diajarkan bahasa Indonesia mampu mengikuti dan sedikit memahami.
Tidak dapat membaca maupun menulis, menggambar hanya bunga matahari yang nampak samar bentuk lingkaran yang tidak utuh menutup. Bahkan menyanyi Jawapun ( nembang Jawa ) pasien mengatakan tidak bisa.
Ketika ditanya tentang kegiatan di rumah sakit jiwa, pasien hanya diam, namun setelah dipancing dengan menanyakan lebih detail, satu-persatu kegiatan dari pagi, siang, dan sore, pasien baru menyebutkan antara lain : bangun pagi, mandi, senam ( olahraga ), menyiram bunga, makan siang, jalan-jalan, dan tidur ( tanpa menyebut dan mengingat waktu tiap-tiap kegiatan ).
Hubungan kedekatan keluarga nampaknya lebih kepada bapak ( kurang dapat dimintai keterangan lebih lengkap-yang dimaksud bapak, apakah bapak kandung, bapak angkat atau suami-bapak anak-anaknya ). Pasien mengatakan beberapa kali bahwa bapaklah yang menjengukanya tiap kali. Meski menurut pengakuannya, ’bapak’nya lama sudah tidak menjenguk, sehingga dia begitu merindukannya dan ingin pulang karena ingin bertemu bapak dan merasa sudah sembuh.
Ada jawaban yang sedikit ambigu, tidak sesuai. Pertanyaan ‘berapa usia anak ibu ?’ dijawab ‘usia 10 tahun’ tetapi dilanjutkan dengan kalimat tanya ‘kelas berapa’ pasien mengatakan ‘sudah bekerja’. Tidak dijelaskan lebih jauh mengenai hubungan antara 10 tahun dengan bekerja, berbagai kemungkinan hadir, memang 10 tahun telah bekerja-putus sekolah atau pasien masih belum dapat mengingat jelas kebenarannya.
Informasi yang didapat minim sekali, dikarenakan pasien merasa lelah, berulang kali menguap, dan menggaruk-garuk rambut kepala, seakan kesulitan memahami pertanyaan, namun tidak meminta kembali ke kamarnya, sebelum pada ahirnya dipersilahkan meninggalkan ruangan.
Belum dapat disimpulkan secara pasti mengingat keterbatasan pengetahuan dan validitas kebenaran informasi yang berhasil didapat. Wallahu’alam bi-sowab.



0 komentar: